PENDAHULUAN
Stres merupakan
kondisi psikofisik yang ada dalam diri setiap orang. Artinya stres dialami oleh
setiap orang, tidak mengenal jenis kelamin, usia, kedudukan, jabatan atau
status sosial ekonomi. Stres bisa dialami oleh bayi, anak-anak, remaja maupun
orang dewasa. Bahkan mungkin stres juga dialami oleh makhluk hidup lainnya.
Stres dapat
berpengaruh positif maupun negatif. Pengaruh positif, mendorong orang untuk
membangkitkan kesadaran dan menghasilkan pengalaman baru. Sedangkan pengaruh
negatif, menimbulkan perasaan-perasaan tidak nyaman, tidak percaya diri,
penolakan, marah, depresi, dan memicu sakit kepala, sakit perut, insomnia,
tekanan darah tinggi atau stroke. Stres pada anak yang berkepanjangan akan
berpengaruh negatif pada pertumbuhan kepribadiannya, yaitu kurang percaya diri
dan takut melakukan sesuatu.
Ada pendapat
yang mengatakan bahwa “Tanpa stres tidak
ada kehidupan, gagal merespon stressor pertanda kematian“.
Menurut Dadang
Hawari (1997: 44-45) istilah stres tidak dapat dipisahkan dari distres dan
depresi, karena satu sama lain saling terkait. Stres merupakan reaksi fisik
terhadap permasalahan kehidupan yang dialami. Apabila fungsi organ tumbuh
sampai terganggu dinamakan distres, yaitu derajat penyimpangan fisik, psikis
dan perilaku dari fungsi yang sehat (Sopiah, 2008).
Tulisan ini akan
menjelaskan apa itu stres, jenis-jenis stres, aspek, penyebab stres, reaksi
fisik-psikologis, klasifikasi stres serta bagaimana mengelolanya.
A.
Pengertian
Stres
Menurut Sopiah (2008:85) stres merupakan suatu
respons adoptif terhadap suatu situasi yang dirasakan menantang atau mengancam
kesehatan seseorang.
Hans
Selye (dalam Sehnert, 1981) yang mendefinisikan stres sebagai respon yang tidak
spesifik dari tubuh pada tiap tuntutan yang dikenakan padanya. Stress adalah
suatu keadaan yang bersifat internal, yang bisa disebabkan oleh tuntutan fisik
(badan), atau lingkungan, dan situasi sosial, yang berpotensi merusak dan tidak
terkontrol.
Menurut
Morgan dan King : “…as an internal state which can be caused by physical
demands on the body (disease conditions, exercise, extremes of temperature, and
the like) or by environmental and social situations which are evaluated as
potentially harmful, uncontrollable, or exceeding our resources for coping”
(Morgan & King, 1986: 321).
Menurut
Lazarus (1976) stres adalah suatu keadaan psikologis individu yang disebabkan
karena individu dihadapkan pada situasi internal dan eksternal.
B.
Jenis
Stres
1.
Quick dan
Quick (1984) mengkategorikan jenis stres menjadi dua,
yaitu:
a. Eustress, yaitu
hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif
(bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi
yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan
tingkat performance yang tinggi.
b.
Distress, yaitu
hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan
destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan
juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran
(absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan,
dan kematian.
2.
Dua jenis stres menurut
Holahan (1981) yaitu:
a.
Systemic
stres yang didefinisikan oleh Selye (dalam
Holahan, 1981) sebagai respon non fisik dari tubuh terhadap beberapa tuntutan
lingkungan. Selye mengidentifikasikan 3 tahap respon sistemik tubuh terhadap
kondisi-kondisi penuh stres, Yng diistilahkan General Adaption Syndrome (GAS).
Tahap pertama adalah alarm reaction. Tahap ini bisa diartikan sebagai
pertahanan tubuh, tahap kedua adalah resistance atau adaptasi dan tahap ketiga
adalah exhaustion atau kelelahan.
b.
Psychological
stress.
C.
Aspek
Stres
1.
Stimulus
Keadaan/situasi dan peristiwa yang dirasakan mengancam atau membahayakan yang menghasilkan perasaan tegang disebut sebagai stressor. Beberapa ahli yang menganut pendekatan ini mengkategorikan stressor menjadi tiga :
Keadaan/situasi dan peristiwa yang dirasakan mengancam atau membahayakan yang menghasilkan perasaan tegang disebut sebagai stressor. Beberapa ahli yang menganut pendekatan ini mengkategorikan stressor menjadi tiga :
a. Keadaan
kronis, contoh hidup dalam keadaan suasana yang bising
b. Peristiwa
hidup yang penting, contoh : kehilangan seseorang yang disayangi.
c. Peristiwa
katastropik, contoh : gempa bumi
2.
Respon
Respon adalah reaksi seseorang terhadap stresor. Terdapat dua komponen yang saling berhubungan, komponen Fisiologis dan komponen Psikologis. Dimana kedua respon tersebut disebut dengan strain atau ketegangan.
Respon adalah reaksi seseorang terhadap stresor. Terdapat dua komponen yang saling berhubungan, komponen Fisiologis dan komponen Psikologis. Dimana kedua respon tersebut disebut dengan strain atau ketegangan.
a. Komponen
Fisiologis, misalnya detak jantung, sakit perut, keringat.
b. Komponen
psikologis, misalnya pola berfikir dan emosi
3.
Proses
Stres sebagai suatu proses terdiri dari stresor dan strain ditambah dengan satu dimensi yang peting yaitu hubungan antara manusia dengan lingkungan. Proses ini melibatkan interaksi dan penyesuaian diri yang kontinyu yang disebut juga dengan istilah transaksi antara manusia dengan lingkungan, yang didalamnya termasuk perasaan yang dialami dan bagaimana orang lain merasakannya.
Stres sebagai suatu proses terdiri dari stresor dan strain ditambah dengan satu dimensi yang peting yaitu hubungan antara manusia dengan lingkungan. Proses ini melibatkan interaksi dan penyesuaian diri yang kontinyu yang disebut juga dengan istilah transaksi antara manusia dengan lingkungan, yang didalamnya termasuk perasaan yang dialami dan bagaimana orang lain merasakannya.
D.
Penyebab
Stres
Stres dapat terjadi karena: (1)
fisik-biologik, penyakit sulit disembuhkan, cacat fisik, merasa penampilan
kurang menarik; (2) psikologik, negatif
thinking , sikap permusuhan, iri hati, dendan dan sejenisnya; (3) sosial:
(a ) kehidupan keluarga yang tidak harmonis; (b) faktor pekerjaan; (c) iklim
lingkungan.
Penyebab Stres yang bukan bersumber dari
pekerjaan: (1) Ttime based confict, konflik terjadi karena
menyeimbangkan tuntutan waktuantara pekerjaan dengan tugas rumah tangga,
misalnya wanita yang berperan ganda; (2) Strain based conflict, terjadi
ketika stres dari sumber meluap melebihi kemampuan yang dimiliki orang
tersebut, misalnya kematian suami atau isteri; (3) Role behavior conflict,
tiap karyawan memiliki peran dalam pekerjaan, Ia juga dituntut lingkungan yang
ada kalanya bertentangan dengan tuntutan pekerjaan; (4) Stres karena adanya
perbedaan individu.
Luthans (1992)
menyebutkan bahwa penyebab stres (stressor) terdiri atas empat hal utama,
yakni:
1.
Extra organizational stressors, yang
terdiri dari perubahan sosial/teknologi, keluarga, relokasi, keadaan ekonomi
dan keuangan, ras dan kelas, dan keadaan komunitas/tempat tinggal.
2.
Organizational stressors, yang
terdiri dari kebijakan organisasi, struktur organisasi, keadaan fisik dalam
organisasi, dan proses yang terjadi dalam organisasi.
3.
Group stressors, yang terdiri dari
kurangnya kebersamaan dalam grup, kurangnya dukungan sosial, serta adanya
konflik intraindividu, interpersonal, dan intergrup.
4.
Individual stressors, yang terdiri
dari terjadinya konflik dan ketidakjelasan peran, serta disposisi individu
seperti pola kepribadian Tipe A, kontrol personal, learned helplessness,
self-efficacy, dan daya tahan psikologis.
Terdapat 4 penyebab stres (stresor)
menurut Lazarus dan Cohen (dalam Evans, 1982) serta Evans dan Cohen (dalam
Veitch & Arkkelin) :
1. Fenomena
catalismic, yaitu hal-hal atau kejadian-kejadian yang tiba-tiba, khas dan
kejadian yang menyangkut banyak orang seperti bencana alam, perang, banjir dsb.
2. Kejadian-kejadian
yang memerlukan penyesuaian atau coping seperti pada fenomena catalismic,
meskipun berhubungan dengan orang yang lebih sedikit sepeti respon terhadap
penyakit atau kematian serta ketika seseorang kena PHK.
3. Daily
hassles, masalah yang sering dijumpai di dalam kehidupan sehari-hari yang
menyangkut ketidakpuasan kerja atau masalah-masalah lingkungan seperti
kesesakkan atau kebisingan.
4. Ambient
Stresor, yang terdiri dari kondisi-kondisi yang dilatarbelakangi oleh
lingkungan seperti kemiskinan, konflik keluarga.
E.
Reaksi
Fisik - Psikologis
1.
Reaksi
fisik : sakit kepala, sakit lambung, darah
tinggi, sakit jantung (jantung berdebar-debar), mudah lelah, kurang selera
makan, sering buang air kecil, keluar keringat dingin, sulit tidur (insomnia).
Hans Selye
(1946,1976) telah melakukan riset terhadap 2 respon fisiologis tubuh terhadap
stress : Local Adaptation Syndrome (LAS) dan General Adaptation Syndrome (GAS).
a. Local Adaptation Syndrom (LAS)
Tubuh menghasilkan banyak respons
setempat terhadap stress. Respon setempat ini termasuk pembekuan darah dan
penyembuhan luka, akomodasi mata terhadap cahaya, dll. Responnya berjangka pendek.
Karakteristik dari LAS :
1) respon yang
terjadi hanya setempat dan tidak melibatkan semua system
2) respon
bersifat adaptif; diperlukan stressor untuk menstimulasikannya.
3) respon
bersifat jangka pendek dan tidak terus menerus.
4) respon
bersifat restorative.
Respon LAS ini banyak
kita temui dalam kehidupan kita sehari – hari seperti yang diuraikan dibawah
ini :
1)
Respon
inflamasi
Respon ini distimulasi oleh adanya
trauma dan infeksi. Respon ini memusatkan diri hanya pada area tubuh yang
trauma sehingga penyebaran inflamasi dapat dihambat dan proses penyembuhan
dapat berlangsung cepat. Respon inflamasi dibagi kedalam 3 fase:
·
Fase pertama : adanya
perubahan sel dan system sirkulasi, dimulai dengan penyempitan pembuluh darah
ditempat cedera dan secara bersamaan teraktifasinya kini,histamin, sel darah
putih. Kinin berperan dalam memperbaiki permeabilitas kapiler sehingga protein,
leucosit dan cairan yang lain dapat masuk ketempat yang cedera tersebut.
·
Fase kedua : pelepasan
eksudat. Eksudat adalah kombinasi cairan dan sel yang telah mati dan bahan lain
yang dihasilkan ditempat cedera.
·
Fase ketiga : Regenerasi
jaringan dan terbentuknya jaringan parut.
2) Respon refleks nyeri
Respon ini merupakan respon adaptif
yang bertujuanmelindungi tubuh dari kerusakan lebih lanjut. Misalnya mengangkat
kaki ketika bersentuhan dengan benda tajam.
b. General Adaptation Syndrom (GAS)
Gas merupakan respon fisiologis dari
seluruh tubuh terhadap stres. Respon yang terlibat didalamanya adalah sistem
saraf otonom dan sistem endokrin. Di beberapa buku teks GAS sering disamakan
dengan Sistem Neuroendokrin. Ada 3 fase GAS yaitu :
1) Fase Alarm ( Waspada)
Melibatkan pengerahan mekanisme
pertahanan dari tubuh dan pikiran untuk menghadapi stressor. Reaksi psikologis
“fight or flight” dan reaksi fisiologis. Tanda fisik : curah jantung meningkat,
peredaran darah cepat, darah di perifer dan gastrointestinal mengalir ke kepala
dan ekstremitas. Banyak organ tubuh terpengaruh, gejala stress memengaruhi
denyut nadi, ketegangan otot dan daya tahan tubuh menurun
Fase alarm melibatkan pengerahan
mekanisme pertahanan dari tubuh seperti pengaktifan hormon yang berakibat
meningkatnya volume darah dan akhirnya menyiapkan individu untuk bereaksi.
Hormon lainnya dilepas untuk meningkatkan kadar gula darah yang bertujuan untuk
menyiapkan energi untuk keperluan adaptasi, teraktifasinya epineprin dan norepineprin
mengakibatkan denyut jantung meningkat dan peningkatan aliran darah ke otot.
Peningkatan ambilan O2 dan meningkatnya kewaspadaan mental.
Aktifitas hormonal yang luas ini
menyiapkan individu untuk melakukan “ respons melawan atau menghindar “. Respon
ini bisa berlangsung dari menit sampai jam. Bila stresor masih menetap maka
individu akan masuk ke dalam fase resistensi.
2) Fase Resistance (Melawan)
Individu mencoba berbagai macam
mekanisme penanggulangan psikologis dan pemecahan masalah serta mengatur strategi.
Tubuh berusaha menyeimbangkan kondisi fisiologis sebelumnya kepada keadaan
normal dan tubuh mencoba mengatasi faktor-faktor penyebab stress. Bila teratasi
à gejala stress menurun àtau normal
tubuh kembali stabil, termasuk hormon, denyut jantung, tekanan darah, cardiac out put. Individu tersebut berupaya beradaptasi terhadap stressor, jika ini berhasil tubuh akan memperbaiki sel – sel yang rusak. Bila gagal maka individu tersebut akan jatuh pada tahapa terakhir dari GAS yaitu : Fase kehabisan tenaga.
tubuh kembali stabil, termasuk hormon, denyut jantung, tekanan darah, cardiac out put. Individu tersebut berupaya beradaptasi terhadap stressor, jika ini berhasil tubuh akan memperbaiki sel – sel yang rusak. Bila gagal maka individu tersebut akan jatuh pada tahapa terakhir dari GAS yaitu : Fase kehabisan tenaga.
3) Fase Exhaustion (Kelelahan)
Merupakan fase perpanjangan stress
yang belum dapat tertanggulangi pada fase sebelumnya. Energi penyesuaian
terkuras. Timbul gejala penyesuaian diri terhadap lingkungan seperti sakit
kepala, gangguan mental, penyakit arteri koroner, dll. Bila usaha melawan tidak
dapat lagi diusahakan, maka kelelahan dapat mengakibatkan kematian.
Tahap ini cadangan energi telah
menipis atau habis, akibatnya tubuh tidak mampu lagi menghadapi stres. Ketidak
mampuan tubuh untuk mepertahankan diri terhadap stressor inilah yang akan
berdampak pada kematian individu tersbut.
2.
Reaksi
psikologis : gelisah, cemas, tidak dapat
berkonsentrasi dalam pekejaan atau belajar, sikap pesimis, hilang rasa humor,
malas, sikap apatis, sering melamun, sering marah-marah bersikap agresif baik
secara verbal seperti berkata-kata kasar, suka menghina, mupun non verbal
seperti menendang-nendang, menempeleng, membanting pintu atau memecahkan
barang-barang.
a. Kecemasan
Respon yang paling umum merupakan tanda bahaya yang menyatakan diri dengan suatu penghayatan yang khas, yang sukar digambarkan adalah emosi yang tidak menyenangkan istilah “kuatir,” “tegang,” “prihatin,” “takut”fisik antung berdebar, keluar keringat dingin, mulut kering, tekanan darah tinggi dan susah tidur.
Respon yang paling umum merupakan tanda bahaya yang menyatakan diri dengan suatu penghayatan yang khas, yang sukar digambarkan adalah emosi yang tidak menyenangkan istilah “kuatir,” “tegang,” “prihatin,” “takut”fisik antung berdebar, keluar keringat dingin, mulut kering, tekanan darah tinggi dan susah tidur.
b. Kemarahan
dan agresi
Yakni perasaan jengkel sebagai
respon terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman. Merupakan reaksi umum
lain terhadap situasi stress yang mungkin dapat menyebabkan agresi, Agresi
ialah kemarahan yang meluap-luap, dan orang melakukan serangan secara kasar
dengan jalan yang tidak wajar. Kadang-kadang disertai perilaku kegilaan, tindak
sadis dan usaha membunuh orang.
c. Depresi
Yaitu keadaan yang ditandai dengan
hilangnya gairah dan semangat. Terkadang disertai rasa sedih
F.
Klasifikasi
Stres
1. Stres Akut (Acute Stress) merupakan
reaksi terhadap ancaman yang segera, umunya dikenal dengan respon atas
pertengkaran atau penerbangan (fight or flight). Suatu ancaman
dapat terjadi pada situasi apa pun yang pernah dialami bahkan secara tidak
disadari atau salah dianggap sebagai suatu bahaya. Penyebab-penyebab stres akut
antara lain:
·
kebisingan,
·
keramaian,
·
pengasingan,
·
lapar,
·
bahaya,
·
infeksi, dan
·
bayangan suatu ancaman atau ingatan
atas suatu peristiwa berbahaya (mengerikan).
Pada banyak
kejadian, suatu waktu ancaman akut telah dilalui, suatu respon menjadi tidak
aktif dan tingkat-tingkat hormon stres kembali normal, suatu kondisi yang
disebut respon relaksasi (relaxation response).
2. Stres Kronis (Chronic Stress). Kehidupan
modern menciptakan situasi stres berkesinambungan yang tidak berumur pendek.
Penyebab-penyebab umum stres kronis antara lain:
·
kerja dengan tekanan tinggi yang
terus menerus,
·
problem-problem hubungan jangka
panjang,
·
kesepian, dan
·
kekhawatiran finansial yang
terus-menerus.
G.
Mengelola
Stres
1. Coping
Mengelola stres disebut dengan istilah coping. Menurut R.S. Lazarus coping adalah proses mengelola tuntutan
(internal atau eksternal) yang diduga sebagai beban karena di luar kemampuan
individu. Coping terdiri atas
upaya-upaya yang berorientasi kegiatan dan intrapsikis (seperti menuntaskan,
tabah, mengurangi atau meminimalkan) tuntutan internal dan eksternal. Adapun
menurut Weiten dan Lloyd (dalam Syamyu Yusuf, 2009: 128) coping merupakan upaya-upya
untuk mengatasi, mengurangi atau mentoleransi beban perasaan yang tercipta
karena stres.
Faktor-faktor yang mempengaruhi coping:
a.
Dukungan sosial. Dukungan
sosial dapat diartikan sebagai “bantuan dari orang lain yang memiliki kedekatan
(orang tua, suami/isteri, saudara atau teman) terhadap seseorang yang mengalami
stres. Dukungan sosial memiliki empat fungsi: (a) sebagai emotional support, meliputi pemberian curahan kasih sayang,
perhatian dan kepedulian; (b) sebagai appraisal
support, meliputi bantuan orang lain untuk menilai dan mengembangkan kesadaran
akan masalah yang dihadapi, termasuk usaha-usaha mengklarifikasi dan memberikan
umpan balik tentang hikmah di balik masalah tersebut; (c) sebagai informational support, meliputi
nasehat/pengarahan dan diskusi tentang bagaimana mengatasi atau memecahkan
masalah; (d) sebagai instrumental support,
meliputi bantuan material, seperti memberikan tempat tinggal, meminjamkan uang
dan menyertai kunjungan ke biro layanan sosial.
b.
Kepribadian.
Kepribadian seseorang cukup besar pengaruhnya terhadap coping atau usaha-usaha dalam menghadapi atau mengelola stres.
Adapun tipe-tipe kepribadian yang berpengaruh terhadap coping adalah sebagai berikut: (1) Hardiness (ketabahan, daya tahan) yaitu tipe kepribadian yang
ditandai dengan sikap komitmen, internal
locus control dan kesadaran akan tantangan (challenge); (2) Optimisme, yaitu kecenderungan umum
untuk mengharapkan hasil-hasil yang baik atau sesuai harapan; (3) Humoris
2. Selalu
Berfikir Positif (Positive Thinking)
Seseorang yang
mengalami stres perlu kita berikan bantuan agar mereka terhindar dari persaan
tersebut, dengan selalu berpikir positif (positive thinking).
Menurut
Al-Faqi (2009) ada tujuh prinsip dasar berpikir positif, yaitu:
a.
Problematika
hanya ada di dalam persepsi. Realitas tak lain hanyalah apa yang ada dalam
persepsi Anda. Kalau Anda ingin merubah realitas hidup Anda, mulailah dengan
merubah persepsi Anda.
b.
Jangan
biarkan masalah tetap berada di tempat yang Anda temui. Yang terpenting bukan
apa yang terjadi pada Anda, tetapi pada apa yang akan Anda lakukan karena apa
yang terjadi pada Anda (Robert Schuer)
c.
Jangan
jadi masalah pisahkan Anda dengan masalah. Tidak ada masalah yang akal manusia
tidak bisa menemukan jalan keluarnya (Polter).
d.
Belajar
dari masa lalu, hidup masa sekarang, tentukan target masa depan. Masa lalu hanya kenangan dan masa depan tak lain
hanyalah perkiraan. Penuhlilah hidup Anda saat ini dengan cinta Allah, maka
masa lalu Anda akan menjadi kenangan indah dan masa depan Anda menjadi
perkiraan penuh harapan.
e.
Selalu
ada nila spiritual dalam setiap problematika hidup. “Siapa yang bertaqwa kepada
Allah akan diberi jalan keluar dan akan diberi rejeki dari arah yang tidak
disangka-sangka” (QS. At-Thalaq: 4).
f.
Perubahan
pikiran dengan berbagai alternatif akan merubah realitas dan pikiran yang akan
memunculkan realitas baru pula.
g.
Allah
tidak menutup satu pintu kecuali membukakan pintu yang lain yang lebih baik.
Terkadang Allah menutup suatu pintu dihadapan kita untuk membuka pintu lain
yang lebih baik. Akan tetapi kebanyakan orang hanya memusatkan perhatiannya
pada pintu yang tertutup itu tanpa mau melirik pintu penuh harapan yang telah
terbuka di sisi lain hidupnya.
Strategi
berpikir positif. Pemikir
adalah orang yang membuat pikiran dan pikiran menyebabkan tindakan berpikir.
Berpikir menjadikan konsentrasi, konsentrasi menimbulkan perasaan, perasaan
menyebabkan perilaku, perilaku menimbulkan hasil, dan hasil menentukan realitas
hidup. Bila Anda ingin hidup Anda benar-benar berubah, rubahlah realitas Anda sebagai pemikir.
Strategi
keteladanan. “Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah suri tauladan yang baik
bagimu (QS. Al-Ahzab: 21).
Strategi
berkaca pada orang lain.
Kita tidak melihat sesuatu sebagaimana adanya Ia. Kita melihat sebagaimana yang
kita pahami tentangnya (Socrates).
Strategi
merubah konsentrasi dan fokus.
Semua orang besar akan tetap menjadi orang besar. Setiap orang sukses pun akan
selalu menjadi orang sukses, yaitu orang yang selalu mengerahkan perhatian dan
kemampuannya untuk target positif dan pasti (Mordel).
Strategi
pasang surut. Setiap hari
berbuatlah untuk menurunkan porsi apa yang tidak Anda inginkan dan menaikkan
porsi apa yang Anda inginkan. Lakukan terus sampai apa yang tidak Anda inginkan
hilang dari hidup Anda dan yang tertinggal hanya apa yang ingin Anda dapatkan
dalam hidup. Pikiran negatif diperkecil dan pikiran positif
diperbesar/diperluas.
3. Tersenyum
Senyum yang
terlihat sederhana akan mampu menciptakan kekuatan (power). Senyuman
yang kadang dianggap sebagian orang merupakan hal yang tidak penting dan sangat
sepele, namun tanpa kita sadari mampu memunculkan sesuatu yang luar biasa.
Senyum merupakan ekspresi wajah yang terjadi akibat bergeraknya atau timbulnya
suatu gerakan di bibir atau kedua ujungnya atau pula di sekitar mata.
Kebanyakan
orang tersenyum untuk menampilkan rasa bahagia dan senang. Apabila seseorang
tersenyum, maka wajahnya akan kelihatan lebih menarik, menyenangkan dan nyaman
untuk dipandang, daripada ketika Ia sedang dalam kondisi biasa atau bahkan
ketika sedang marah. Senyum juga merupakan simbul perdamaian dan persahabatan
(Thobrani, 2010).
Dalam ajaran
Islam memberi senyuman kepada orang lain bernialai ibadah, karena tersenyum
kepada orang lain sama dengan bersedekah, tentu saja senyum yang tulus. Suatu
saat ketika Anda tidak tahu harus berbuat apa ? atau memberi apa kepada orang
lain, Anda masih punya senyuman, maka tersenyumlah. Yakinlah bahwa setiap
senyuman membawa manfaat. Senyum membuat pikiran lebih jernih, segar dan
terhindar dari stres.
4.
Relaksasi, yaitu
upaya pengurangan ketegangan: (1) relaksasi ketegangan otot; (2) relaksasi
kesadaran indera; (3) melalui yoga,
meditasi, transendensi/relegius.
DAFTAR
RUJUKAN
Chomariah,
N. 2009. Tips Jitu & Praktis Mengusir Stres. Jogjakarta: DIVA Press.
Yusuf,
M. 2008. Kesehatan Mental. Bandung: RIZQI PRESS.
Al-Haqi,
Ibrahim. 2009. Positive Thinking. Jogjakarta: Hikmah Pustaka.
Prabowo, Hendro. 1998. Arsitektur, Psikologi dan Masyarakat. Depok: Gunadarma.
1 komentar:
bisa di cek juga ya Kredit Tanpa Agunan
Dí lo que piensas...